Selasa, 09 Maret 2010

RUMAH NELAYAN


Perumahan Nelayan di Bahari
Tak Semua Nelayan Bisa Dapat
AMPANA- Empat puluh unit perumahan nelayan yang berada di Desa Bahari Kecamatan Tojo Kabupaten Tojo Una-Una, , ternyata tidak bisa ditempati semua nelayan tradisional yang kurang mampu di desa tersebut.
Pembangunan perumahan nelayan yang merupakan proyek mitigasi bencana yang menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun 2009, senilai Rp 1.575 miliar, yang baru saja diresmikan penggunaannya, juga tidak dilengkapi sejumlah fasilitas seperti listrik dan air bersih.
Hasil investigasi Media Alkhairaat di lokasi pembangunan perumahan nelayan tersebut, sejumlah warga nelayan tradisional yang kurang mampu mengaku, tidak dapat memiliki rumah nelayan tersebut karena untuk menempatinya warga nelayan harus membayar sebesar Rp 2 juta hingga Rp3 juta, guna menebus lokasi/ lahan pekarangan yang diatasnya dibangun rumah nelayan tersebut.
“Kita tidak bisa tempati rumah baru itu, karena saya tidak sanggup membayar pembebasan lahannya sebesar dua juta, kepada pemilik lahan,” ujar seorang nelayan tradisional yang namanya enggan dikorankan.
Nelayan yang telah berusia 51 tahun ini mengaku, sangat berkeinginan memiliki rumah nelayan yang dibangun pemerintah tersebut, karena rumah yang ditempati saat ini terbilang sudah tidak layak sebagai tempat tinggal. Namun karena adanya syarat untuk menebus lahan tersebut maka dengan sangat kecewa dirinya tak bisa memiliki rumah baru itu.
Hasil panelusuran media ini di lapangan, 40 unit perumahan nelayan tersebut telah ada pemiliknya dan saat ini sebanyak 29 Kepala Keluarga (KK) telah menempati perumahan tersebut. Dari 29 KK yang telah menempati perumahan tersebut, hanya sebanyak kurang lebih 10 KK merupakan nelayan tradisional di Desa Bahari. Bahkan di lokasi tersebut ada satu orang warga memiliki empat kapling tanah dengan satu bangunan rumah, sehingga lokasi tersebut terlihat bolong (kosong) di tengah. Empat kapling lahan tersebut menurut informasi yang berhasil dihimpun pemiliknya menebus lahan perumahan sebesar Rp 12 juta.
Salah seorang nelayan tradisional Desa Bahari yang telah menempati perumahan nelayan tersebut mengaku, untuk menempati rumah ini , dirinya harus membayar dua juta rupiah kepada yang emounya lahan, sehingga saat ini keluarganya bisa menempati perumahan nelayan yang dibangun pemerintah itu.
“Saya membayar sebesar dua juta rupiah untuk menebus lahannya. Uang yang saya pakai membayar itu saya harus pinjam dulu sama orang lain, kalau tidak mana bisa saya menempati rumah ini,” akunya sambil meminta namanya tidak dikorankan.
Salim Makaruru dari Lembaga Kemitraan Masyarakat (LKM) Tojo, menilai pembangunan perumahan nelayan di Desa Bahari tersebut tidak tepat sasaran.
Pasalnya menurut dia, banyak nelayan tradisional yang tidak mampu yang seharusnya mendapatkan perumahan tersebut ternyata tidak bisa mendapatkannya.
“Ini kan sangat ironis dengan keberadaan nelayan tradisional yang tidak mampu dan hanya tinggal di rumah yang sudah mau ta roboh, justru tidak bisa menempati perumahan tersebut,” sebutnya.
Dia meminta kepada dinas terkait untuk meninjau kembali peruntukan perumahan nelayan yang dibangun dengan dana miliaran rupiah itu.
Selain itu, DPRD Kabupaten Tojo Una-Una juga diminta peka terhadap permasalahan yang terjadi ditengah masyarakat seperti yang terjadi di Desa Bahari khususnya dengan keberadaan perumahan nelayan yang dinilai tidak tepat sasaran.
“DPRD harus bisa memanggil dinas terkait untuk meminta penjelasan kenapa hal itu bisa terjadi,” pintanya.
Sementara itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tojo Una-Una, Muhammad Nur Said saat hendak dikonfirmasi sedang berada di Jakarata.
Sementara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Perumahan Nelayan pada Dinas Kelautan dan Perikanan Tojo Una-Una, Slamet Lasawedi saat dikonfirmasi melalui telepon selularnya, Selasa (02/03/10) mengaku tidak pernah meminta warga untuk membayar untuk menempati perumahan tersebut.
Dia menjelaskan, dalam pembangunan perumahan nelayan tersebut, pemerintah daerah tidak menyiapkan lahan pembangunan sehingga masyarakat diminta untuk menyiapkan lahannya. Pola itu hampir semua daerah di seluruh Indonesia melakukannya kecuali daerah yang mampu saja yang menyiapkan lahannya.
“Jadi pembangunan perumahan nelayan itu masyarakat yang menyiapkan lahannya. Kita tinggal membangunnya. Kalau soal pungutan itu kami tidak pernah memintanya,” tegasnya membantah isu yang berkembang.
Dia menambahkan, isu yang selama ini berkembang ditengah masyarakat soal adanya pembebasan lahan oleh pemerintah daerah adalah pembebasan lahan untuk pembangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI), bukan pembebasan lahan untuk pembangunan perumahan nelayan.
Dia menyebutkan, berdasarkan data yang ada sebanyak 150 KK nelayan yang ada di desa tersebut seharusnya mendapatkan perumahan tersebut. Namun bantuan yang diberikan pemerintah pusat hanya sebanyak 40 unit perumahan nelayan, sehingga sisanya tidak dapat terakomodir.
“Kalau memang ada bantuan lagi, kita berupaya agar sisa KK yang belum terakomodir tersebut bisa mendapatkannya,” tandasnya. (RAHMAN)

Tidak ada komentar:

Momen Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2018 di Poso

MOMEN HARI PENDIDIKAN NASIONAL MOMEN HARI PENDIDIKAN NASIONAL 2 MEI 2018 DI POSO "Anak-anak Sekolah Dasar (SD) yang ada di Kot...